Friday, December 26, 2008

Kiat-Kiat Memilih Franchise Terbaik dan Menghindari “Jebakan”

Berbisnis secara franchise diyakini bisa meminimalkan risiko dan memperbesar peluang untuk sukses. Bagaimana kiat memilih franchise yang bagus?

Secara denotatif membangun bisnis dengan skema franchise merupakan jalan pintas meraih sukses, jika dibandingkan dengan membangun usaha sendiri dari awal. Ini sudah menjadi keyakinan banyak orang. Bukti-bukti statistik pun berbicara demikian. Namun, ini bukan berarti garansi 100% bahwa usaha yang dibangun dengan pola franchise pasti sukses. Banyak bukti, terutama di Indonesia, usaha yang dikembangkan dengan pola franchise akhirnya gulung tikar.

Mari kita runut tentang perusahaan franchise. Ketika seseorang yang telah menjalankan suatu bisnis berkeinginan untuk memasarkan produk atau jasanya ke masyarakat yang lebih luas, maka ia telah berpikir untuk menjadikan perusahaannya sebagai perusahaan franchise.

Satu atau dua cabang biasanya dibuka dulu untuk mengetes kemampuan pasar serta untuk mengembangkan kualitas dari produk atau jasa sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang lebih luas dari pasar semula. Dalam istilah, Budi Utoyo, pemilik one stoping (klinik kesehatan, spa dan salon) Leha-Leha, proses ini disebut sebagai membangun model.  “Dengan model yang sama belum tentu satu tempat akan sesukses tempat yang lain,” ujar Budi.

Pembentukan model bisa dilakukan dengan membuka cabang sendiri maupun dengan skema business opportunity (BO). Ketika cabang-cabang didirikan untuk melakukan pengetesan terhadap model ini sukses, maka model tersebut harus dibakukan. “Dan perusahaan siap untuk diwaralabakan,” kata  Lori Kiser-Block, Vice President dari FranChoice, sebuah perusahaan jaringan nasional konsultan franchisedi Amerika Serikat.

Sayangnya di Indonesia tidak semua perusahaan franchise mengikuti proses demikian. Banyak jenis usaha yang diwaralabakan, hanya didasarkan kepada kesuksesan satu outlet (gerai). Tanpa pencarian model terlebih dahulu, langsung ditawarkan kepada franchisee. Sebagian memang ada yang sukses, tapi banyak sekali yang rontok. Secara akal sehat hal ini memang gampang dinalar: yakni model ini belum teruji. Maka seharusnya bisnis ini diuji dulu dengan mendirikan beberapa cabang-cabang atau dikerjasamakan dengan sistem BO sebelum diwaralabakan.

Masa-masa pembentukan model ini diakui Lori Kiser sebagai masa yang sulit bagi calon franchisor. Perusahaan harus belajar apakah konsep-konsep yang sudah dirancangnya bisa berjalan atau tidak untuk cabang-cabang yang berbeda lokasi. Marketing untuk skala yang lebih luas tentulah jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan marketing untuk satu outlet saja. Dalam masa ini ratusan detil harus dimodifikasi, diubah, diperbaiki dan ditetapkan. Jika tahapan ini dijalankan oleh perusahaan franchiseprobabilitas untuk sukses  ketika diwaralabakan sangat besar.

Karena kenyataan di lapangan tidak seperti ini maka calon franchisee haruslah membekali dirinya dengan mengacu kepada beberapa kriteria sebelum memilih perusahaan franchise. Beberapa kriteria bisa diformulasikan ke dalam beberapa pertanyaan:

Jenis usaha apa yang Anda memiliki hobi terlibat di dalamnya?  

Di sebuah survei menyebutkan bahwa salah motivasi orang berusaha adalah karena hobinya. Hobi membuat seseorang terlibat secara intens terhadap bisnis yang digelutinya. Seorang penyayang binatang probabilitas suksesnya akan lebih besar jika ia mengambil jenis bisnis yang terkait dengan binatang. Misalnya mengambil franchise pet shop atau mengambil franchise salon binatang. Demikian juga orang yang hobi icip-icip makanan besar kemungkinan akan sukses jika mengambil franchisemakanan. Budi Utoyo, sebagai franchisor Leha-Leha, juga menjadikan hal ini salah satu kriteria dalam memilih franchisee. “Saya memilih orang yang memiliki passion besar dalam bidang perawatan kecantikan. Jadi bukan semata-mata orang yang memiliki uang,” ujarnya.

Apakah produk atau jasa yang akan Anda jual cukup unik?

Boleh jadi Anda memiliki hobi di bidang bisnis yang ditawarkan franchisor. Tetapi Anda juga harus mempertimbangkan apakah bisnis ini cukup unik. Bisnis yang gampang ditiru, atau bisnis yang tidak memiliki keunikan, besar kemungkinan akan memasuki arena kompetisi yang sengit. Dalam kompetisi yang sengit, risiko yang harus dipikul seorang franchisee sangat besar. Risiko kegagalan pun sangat tinggi. Maka pilihlah perusahaan franchise yang memiliki produk atau jasa yang unik.

Berapa uang yang tersedia yang siap Anda investasikan ?
Dana yang tersedia yang akan Anda investasikan untuk membeli franchise adalah faktor yang sangat penting. Jika uang yang Anda miliki Rp30 juta sedangkan suatu franchise tertentu membutuhkan dana Rp90 juta maka peluang ini bukan peluang yang tepat bagi Anda. Tidak peduli betapa pun Anda sangat berkeinginan untuk mendapatkan franchise ini. Urungkan niat Anda untuk membeli franchise tersebut.

Berapa total dana yang harus Anda keluarkan?
Berhitung secara cermat terhadap dana yang harus Anda keluarkan ketika bergabung dengan sebuah perusahaan franchise merupakan satu keniscayaan. Anda harus ingat franchise fee bukan satu-satunya pengeluaran Anda. Perhitungkan berapa dana yang mesti Anda keluarkan lagi untuk advertising, training dan pembelian peralatan pendukung, serta biaya operasional dalam jangka waktu tertentu. Ingat tak ada jaminan bahwa bisnis Anda akan langsung dikerumuni konsumen, seterkenal apa punbranding dari produk atau jasa yang Anda jual. Sebagian franchisor memang sudah memasukkan biaya-biaya di atas ke dalam investasi awal, tetapi franchisor yang lain tidak demikian. “Calonfranchisee yang modalnya pas-pasan lebih baik tidak mengambil franchise karena tidak mungkin seorang franchisor akan memberikan dana talangan,” nasehat Budi.

Seberapa mapan franchise tersebut? 
Ini juga faktor penting yang harus Anda pertimbangkan. Terhadap kemapanan sebuah perusahaanfranchise. Anda bisa mengajukan beberapa pertanyaan lanjutan misalnya, sudah seberapa lama perusahaan franchise tersebut berdiri? Apakah franchise itu sudah lama berdiri ataukah bisnis yang baru? Berapa franchisee yang sudah bergabung dan di lokasi mana saja franchise yang telah bergabung tersebut?

Bagi seorang calon franchisee yang berkarakter risk taker  mungkin mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak terlalu relevan. Bagi seorang risk taker, seberapa lama usaha tersebut telah berdiri tampaknya tidak terlalu penting. Yang lebih penting adalah peluangnya, tidak peduli perusahaanfranchise baru atau sudah lama. Sedikitnya franchisee bagi seorang risk taker justru suatu peluang besar bagi kemajuan usahanya.

Berbeda halnya dengan calon franchisee yang cenderung menghindari risiko. Secara umum, franchiseememiliki karakter ini. Itu sebabnya mereka lebih nyaman menjadi franchisee, karena dilihat dari sisi risikonya bergabung dengan perusahaan franchise jauh lebih kecil jika dibandingkan mendirikan usaha sendiri. Jika Anda bertipe seperti ini sebaiknya Anda mencari perusahaan franchise yang memiliki cabang minimal 25 gerai dan sebagian besar di antaranya membukukan kesuksesan.

Ini bisa dilakukan dengan menanyakan kepada beberapa franchisee yang telah bergabung dengan mengajukan pertanyaan inti, misalnya, "Apakah Anda sudah mencapai target finansial yang telah Anda tetapkan sebagai  franchisee?"

Anda juga harus menanyakan tentang pendapatan yang sebenarnya dari franchisee tersebut, bukan mengenai hasil yang dijanjikan oleh franchisor. Banyak franchisor yang mengobral janji dengan mengatakan bisnis yang ditawarkan akan mencapai break event point (BEP) dalam tempo singkat. Bagi calon franchisee yang tidak terlalu kritis janji muluk tersebut bisa sangat menggoda untuk ikut segera bergabung.

Nasehat Budi,” Jangan percaya kepada janji franchisor. Tanyakanlah kepada para franchisee yang sudah bergabung. Itu hal pertama yang harus dilakukan seorang calon franchisee.”

Bagaimanakah track record dari franchisor tersebut?
Bisa jadi seorang franchisor memiliki bisnis bagus, meski track record terutama attitude-nya tidak. Namun secara umum, bisnis yang bagus akan dilandasi track record yang bagus juga. Apalagi untuk bisnis jangka panjang. Track record  yang bagus ini sebenarnya harus bersifat balans antara franchisordan franchisee.

Merek yang hebat, produk dan jasa yang hebat yang telah diberikan seorang franchisor akan tidak ada artinya jika franchiseenya memiliki attitude yang tidak baik. Bos Bakmi Raos Bimada mengaku pernah mengalaminya. Demi keuntungan sesaat para mitranya mengoplos minyak bawang dan membeli mie di pasar, padahal seharusnya mereka mengambil dua bahan baku ini dari franchisor.  Mudah ditebak cita rasa bakmi yang mereka jual mengalami penurunan. Padahal nilai jual Bakmi Raos adalah di cita rasanya.

Sebaliknya, banyak franchisee yang dengan tekun berusaha memajukan bisnis yang ditawarkan, namun sang franchisor menelantarkan bisnis tersebut. Penandatanganan kontrak antara kedua belah pihak akan menjadi penandatanganan kerjasama yang pertama sekaligus yang terakhir, karena bisnis ini akan mati dengan sendirinya. Kasus seperti ini sudah banyak terjadi.

Bagi calon franchisee pilihlah franchisor yang mempunyai dasar pemikiran: kemajuan bisnis franchisortergantung sepenuhnya dari kemajuan bisnis franchiseeFranchisor yang demikian akan memberikan kemampuan terbaiknya kepada para franchiseenya.

Jenis dukungan dan training apa yang diberikan franchisor?

Belum tentu seorang calon franchisee memiliki pengalaman mengelola usaha sebelumnya. Maka dukungan yang diberikan oleh franchise pusat mutlak diperlukan. Sebelum melakukan penandatanganan kontrak, calon franchisee harus menanyakan secara detil tentang dukungan yang diberikan oleh franchisor. Menurut Budi Utoyo, franchisor minimal memiliki Standard Operating Procedure (SOP) seperti flow chart finansial, flow chart kerja , Juknis (petunjuk teknis) untuk hal-hal yang lebih teknis lagi. Sayangnya tidak semua perusahaan franchise di Indonesia memiliki SOP dan Juknis ini. Maka seorang calon franchisee harus memberi perhatian besar pada persoalan ini. Demikian juga dalam hal training. Jenis training apa saja yang diberikan, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk training, siapa yang menanggung biaya training harus ditanyakan secara detil sehingga tidak terjadi perselisihan, setelah kontrak diteken.

Apakah Anda diharuskan untuk membeli peralatan dan produk dari franchisor?

Jika ya maka Anda harus membandingkan harga dari peralatan dan produk sejenis di pasar ritel setempat. Jika harga yang diberikan oleh franchisor lebih tinggi, bisa dipastikan Anda akan mengalami kesulitan untuk menjual produk tersebut di lokasi usaha Anda. Budi mengakui bahwa franchisormempunyai peluang untuk melakukan hal ini, lantaran pasokan produk atau jasa dari franchisor kefranchisee mirip monopoli legal. Tetapi banyak franchisor yang tidak mau berlaku sewenang-wenang termasuk Leha-Leha. Dalam salah satu klausul kontrak dengan Leha-Leha disebutkan,” untuk jenis produk yang juga ada di pasaran, dijamin produk dari Leha-Leha tidak akan lebih mahal,” tegas Budi. 

Berapa radius yang diizinkan oleh franchisor kepada franchisee lain?

Setiap franchisor, biasanya mempunyai kebijakan sendiri mengenai berada radius yang diperbolehkan bagi franchisee lain membuka usaha. Ada yang membagi berdasarkan ruas jalan, ada yang membagi dengan ukuran jarak, tetapi ada juga yang membagi berdasarkan komplek atau blok. Pengaturan radius ini biasanya terkait dengan populasi konsumen dan jenis usaha. Sekalipun setiap franchisor biasanya sudah mempunyai aturan mengenai radius, namun seorang calon franchisee harus bertanya secara detil masalah ini. Sebab bisa jadi seorang franchisor mengabaikan persoalan ini, hanya semata-mata ingin mendapatkan franchise fee sebanyak-banyaknya. Jika ini terjadi, ada kemungkinanfranchisee yang satu “saling memakan” dengan franchisee yang lain. 

 Bagaimana term kontrak tentang kepemilikan usaha?

Untuk hal ini masing-masing franchisor juga memiliki kebijakan sendiri. Ada yang mengizinkan usaha milik franchisee dipindahtangankan. Bahkan ada franchisor yang berani mengambil alih (take over) usaha milik franchisee yang tidak berjalan sesuai harapan. Dari sisi risiko, usaha yang bisa dipindahtangankan dan diambil alih oleh franchisor , akan jauh lebih kecil. Setidak-tidaknya sebagian dari investasi yang telah dibenamkan bisa diambil lagi.

Bagaimana term kontrak kerjasama operasionalnya?

Sebagian franchisor lebih senang mendapatkan franchisee yang bertipe investor. Franchisor yang menjalankan seluruh operasional usaha, sedangkan franchisee tinggal mendapatkan bagian hasilnya. Namun sebagian franchisor justru antipati dengan franchisee yang bertipe investor. Semua memiliki alasan tersendiri untuk menetapkan kebijakan itu. Namun yang pasti franchisee bisa menilai karakter dirinya sendiri dan tinggal memilih perusahaan franchise yang sesuai dengan karakternya.

Kriteria apa yang digunakan franchisor untuk menyeleksi franchisee?

Kriteria apa yang digunakan oleh franchisor untuk menyeleksi franchisee secara timbal balik bisa digunakan oleh franchisee untuk menilai siapa sebenarnya franchisor tersebut. Ada franchisor yang mensyaratkan adanya persamaan visi dan misi antara kedua belah pihak. Meski kelihatan sepele dan abstrak namun persoalan ini tidak bisa disepelekan. Sudah banyak bukti tentang franchise yang kandas di tengah jalan dan berantakan gara-gara perbedaan visi dan misi antara franchisor dan franchiseepadahal secara bisnis usaha tersebut prospektif. Yang perlu diwaspadai lagi adalah franchisor yang tidak memiliki kriteria terhadap calon franchisee. Biasanya tipe franchisor ini hanya menghendakifranchise fee dari franchiseenya.

Jika Anda telah mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada franchisor dan memberikan penilaian yang tepat atas jawaban-jawaban dari franchisor maka besar kemungkinan Anda bisa mendapatkan franchise yang terbaik menurut Anda dan sekaligus terhindar dari “jebakan-jebakan” yang dipasang oleh franchisor yang tidak bertanggung jawab. 

No comments:

Post a Comment