Sunday, December 28, 2008

Bikin Santan Bantal, Biar Kocek Lebih Tebal

Kompetisi di pasar santan murni kemasan sebenarnya masih longgar. Namun, PT Cocomas Indonesia , meluncurkan santan bantal Bumas untuk memperluas pasar. Santan,emulsi minyak di dalam air hasil perasan dari daging kelapa, nyaris dikenal oleh semua golongan masyarakat. Santan telah sekian lama dijadikan bahan baku maupun bahan pendukung untuk berbagai masakan, mulai dari makanan ringan sampai makanan pokok. Santan digunakan sebagai bahan utama mulai dari kue sampai nasi uduk. Berbagai menu bulan Ramadhan dan lebaran, seperti kolak dan opor jelas membutuhkan santan dalam jumlah yang besar.

Maka sudah hal yang lumrah kalau pada bulan Ramadhan dan lebaran konsumsi santan kelapa mengalami kenaikan hingga 40 persen. Padahal momen puasa dan lebaran akan terjadi berulang setiap tahunnya. Artinya, dari tahun ke tahun kebutuhan santan kelapa juga akan merangkak. Hal inilah yang tak luput dari tangkapan PT Cocomas Indonesia (CI), prinsipal dari produsen PT Bumi Sarimas Indonesia.
“Dalam kondisi peak season seperti saat ini (Ramadhan dan lebaran-red) kebutuhan santan kelapa bisa naik sampai 40 persen lebih,” kata Managing Director PT CI, Isman Budiman, beberapa waktu lalu. Ternyata, Isman sudah mengambil ancang-ancang beberapa bulan sebelum Ramadhan datang. Juni 2006 lalu, misalnya, PT CI sudah meluncurkan santan murni dalam kemasan bantal (Tetra Fino Aseptic) 200 ml. Baik isi maupun kualitas dari santan murni kemasan bantal yang diberi nama Bumas sama persis dengan santan murni Cocomas kemasan kotak 200 ml (Tetra Brik Aseptic).
“Namun harganya lebih ekonomis. Ini mengingat perkembangan ekonomi yang belum terlalu menggembirakan sehingga juga mengubah perilaku konsumen. Kalau dulu pay less for less dan pay more for more dianggap wajar. Tetapi sekarang konsumen inginnya pay less for more,” ujar kelahiran Medan, 38 tahun lalu itu.
Melihat kecenderungan konsumen tersebut, lanjut alumnus Jurusan Ilmu Jurnalistik IISIP ini, PT CI memberikan respon dengan meluncurkan santan murni kemasan bantal 200 ml yang harganya lebih ekonomis, meski kuantitas dan kualitasnya sama dengan Cocomas kemasan kotak 200 ml. “Karena harganya lebih ekonomis maka produk ini membidik segmen kelas menengah ke bawah,” sebut bapak dari tiga anak ini.

Saat ini santan murni dalam kemasan bantal Bumas merupakan satu-satunya yang berada di pasaran. “Sepengetahuan saya santan murni dalam kemasan bantal hanya kita yang punya,” ujar Budi yang mengaku tingkat kompetisi di bisnis ini sebenarnya masih sangat longgar. Sampai kini pasar santan instan dikuasai dua pemain besar, salah satunya PT CI.
Tetapi mengapa PT CI perlu meluncurkan kemasan bantal? Karena adanya perubahan perilaku konsumen. Selain itu, ujar Budiman, selama ini kebanyakan konsuman santan instan adalah hotel, restoran dan katering. Kalau konsumen per orangan biasanya orang-orang kelas menengah ke atas yang lebih paham tentang masalah higinitas, kepraktisan dan kenecisan. Belum ada yang tertarik untuk menggarap kelas menegah ke bawah.
Padahal, ujar Isman, konsumsi santan di Indonesia secara keseluruhan sangat besar. Kalau diasumsikan per kapita per tahun membutuhkan 1,2 kg santan maka dengan penduduk 220 juta jiwa Indonesia membutuhkan santan 264.000 ton per tahun. Sedangkan kemampuan produksi Cocomas dan Bumas, yang nota bene salah satu dari dua pemain besar di Indonesia, baru 10.00 ton per tahun. Itu pun 90 persennya produknya untuk memenuhi kebutuhan ekspor. “Peluang pasarnya masih besar,” tutur Isman mantap.
Oleh karena itu ia optimistis pada tahun-tahun mendatang PT CI bisa meningkatkan pangsa pasar, efisiensi maupun produktifitasnya. Di pasar dalam negeri PT CI memegang 20 persen dari pangsa pasar, dan tahun depan berharap bisa meraup 30 persen pangsa pasar seiring dengan rencana perusahaan untuk meningkatkan kapasitas produksi dari 300 ton kelapa per hari pada saat ini menjadi 500 ton kelapa per hari pada tahun depan. “Dengan adanya penambahan kapasitas produksi kami berharap tahun depan, pasar ekspor dan dalam negeri bisa berimbang,” ucap Budi seraya mengimbuhkan santan murni Cocomas maupun Bumas memiliki perbedaan di rasanya. “Bahan bakunya berasal dari kelapa yang hidup daerah Padang Pariaman dan sekitarnya, sehingga taste-nya akan terasa berbeda.”

Melihat tingkat konsumsi santan nasional yang sangat besar itu, target Budi bukanlah target yang muluk. Namun untuk mencapai ke sana Isman perlu beberapa strategi, salah satunya (santan kemasan bantal), lagi. Menurutnya, saat ini yang diperlukan untuk memperluas pasar santan instan adalah edukasi ke masyarakt luas. Selama ini masyarakat mengira bahwa santan instan bisa bertahan lama (sampai 1,5 tahun) karena ditambahkan bahan pengawet di dalamnya. Sejatinya, produk santan instan ini tidak mengandung bahan pengawet. Kemampuan bertahan dalam periode waktu yang lama dikarenakan kemampuannya memanfaatkan teknologi ultra high temperature, sering disingkat UHT.
“Dengan pemanasan sampai 140 derajat Celcius, bakteri yang menyebabkan rusaknya santan, akan mati. Selain itu, santan murni ini sudah dalam kondisi matang sehingga bisa langsung dimanfaatkan tanpa harus memasaknya lagi. Misalnya untuk penggunaan dalam cendol,” papar Isman.
Selain itu, imbuh Isman, santan instan jauh lebih sehat dibandingkan santan perasan tradisional. Dalam pembuatan santan tradisional risiko terkontaminasi dengan bakteri tentu lebih besar, jika dibandingkan dengan proses modern.

Ditambahkan Isman, bahwa santan instan tidak bisa digunakan untuk membuat gudeg karena kurang kental adalah mitos belaka. Pada tahun 2003, sebanyak 300 pak santan (setara dengan 3000 butir kelapa) murni Cocomas digunakan sebagai bahan baku pembuatan gudeg 1 ton dalam Gudeg Perdamaian Merah Putih 2003. Ternyata hasilnya gudeg itu bisa dinikmati oleh Sri Sultan Hamengkubuwono bersama 10 ribu masyarakat Yogyakarta. Bahkan MURI menganugerahi piagam kepada PT CI atas partisipasinya mengolah gudeg terbanyak di Indonesia (dan dunia) itu.
Dengan berbagai langkah strategi dan edukasi, menggenjot pangsa pasar sampai 30 persen pada tahun depan jelas bukan target yang muluk bagi Isman. Apalagi, kalau masyarakat bermigrasi dari penggunaan santan perasan tradisional ke santan murni kemasan, sebagaimana ketika mereka berbondong-bondong ketika akan menyantap gudeg 1 ton, tentu langkah PT CI akan semakin lenggang kangkung.

1 comment:

  1. Kami membutuhkan Ampas Kelapa bekas santan (kering).

    Kami berani mahal untuk masalah harga bisa dinego dan dirundingkan. Harga bisa lebih tinggi sesuai dengan kebutuhan.
    Bila ada, jangan ragu dan silahkan menghubungi kami 085748231481 (on time).

    Kami menerima sebanyak-banyaknya.

    ReplyDelete